Suatu Sore di Taman Kota
“Aku rebut bolanya, Kak,” Edo (8), dengan gesit menyambar bola dari kaki Iwan (16), mereka semangat berlari kesana kemari. Pertandingan “keroyokan” antar anak kecil dan remaja ini berlangsung di taman Suropati, Jakarta pusat. Seolah tak mau kalah, Iwanpun berusaha merebut bola.
Taman kota selalu jadi magnet bagi penghuni kota di dalamnya, termasuk kumpulan “pesepakbola” dadakan yang tergabung dalam komunitas Sanggar Matahari ini. Selain mereka, pengunjung lainpun banyak berdatangan. Dari yang sekedar iseng lewat, cuci mata, atau memang datang bersama teman-temannya. Malah ada yang sengaja membuat komunitas yang “piknik” setiap akhir pekan di sana.
Salah satunya adalah komunitas Indocharity (Ichi). “Kami sengaja mengadakan acara piknik ini buat komunitas sanggar anak-anak,” kata Yudha, partisipan. Dibalik penampilan gahar dengan sedikit tato yang menyembul di balik lengan baju, sosok Yudha tak sekedar membimbing anak-anak Sanggar Matahari bermain bola. “Piknik kali ini bertema share joy and happiness. Selain makan bersama, piknik sore ini diisi oleh acara menggambar, games, dan origami,” tuturnya. Yudha tidak sendirian, di dekatnya ada Sahal, Fifih, Yudi, Satu Cahaya Langit, dan lainnya. “Saya senang banget, Kak, jauh-jauh dari Bekasi buat bareng temen-temen piknik disini,” tutur Iwan (16), salah seorang peserta piknik. Iwan patut senang, mengingat esok hari ia harus mengisi harinya dengan mengamen di stasiun Bekasi.
Taman Suropati memang strategis. Terletak di dekat kawasan Menteng yang beken dengan sebutan hunian elit Jakarta tempo doeloe. Taman seluas 16,332 m2 ini merupakan salah satu dari 800 taman kota di Jakarta. Lokasi taman dapat diakses 5 menit dari kawasan bisnis Sudirman dan Bundaran HI. Tempat ini seolah-olah menjadi “pulau” peneduh ditengah kepungan ritme ibukota yang ganas. Tak heran, Dicky (25), karyawan swasta sebuah perusahaan telekomunikasi, sangat senang datang ke taman Suropati ini, walaupun baru pertama kali. “Datang ke taman ini rasanya segar banget, mengingat hari-hari hanya saya habiskan di kantor atau di jalan,” katanya. “Saya, sih, asli Jakarta. Tapi baru kali ini datang ke taman Suropati. Itu juga dikasih tahu oleh teman,” pungkasnya.
Musik dari biola komunitas Taman Suropati Chambers (TSC) mengiringi sore yang semakin larut. Karya instalasi penghias taman dari berbagai perupa ASEAN di sudut taman berubah jadi siluet. Bangunan kolonial “Bappenas” di seberang taman seolah-olah mengingatkan kenangan akan kota tua yang masih sarat dengan segala permasalahan. Sementara pohon beringin yang sulurnya menjuntai di ujung taman seolah tak acuh, tapi tak lelah berbagi udara segar dan keteduhan.
Komentar
Posting Komentar