Pak Sufyan dan Masa Lalu yang Aktuil

1948

1965

1953


'
2019

Sekarang 2023





"Tak-tik-tok," suara ketukan cutter dan kaca masih terdengar. Di meja kaca itu Pak Sufyan selalu menggosok "rugos" (huruf gosok) buat cetakan esok hari. Ia akan memutar radio dengan frekuensi sembarang dengan rumus "yang penting enak didengar." Dan lagu yang diputar akan jadi musik latar ketika Pak Sufyan memasang perangkap tikus dibalik pintu percetakannya. Lalu terdiam dalam keasyikan.
.
Ya. Bapak memang pendiam namun garing. Suka ngasih uang jajan tapi selalu bokek. Dan selalu membangunkan kami subuh-subuh dengan tangan "dingin." (harfiah: tangan yang basah oleh air dingin).
.
Baru pas saya mulai SMP yang Pak Sufyan lakukan adalah proses yang sama sejak tahun 70-an. Ini cukup mengherankan karena di KTP pekerjaan Pak Sufyan tertulis "wirausaha." Kata dia, sih, wirausaha itu harus selalu "inopatip" (dengan lafal Sunda) dan membuat sesuatu yang berbeda.
.
Ada orang mengatakan kalau tidur lebih awal, bangun malam dan bekerja sampai subuh adalah hal yang baik. Itu yang dilakukan Pak Sufyan. Ditambah dekorasi lampu neon temaram, tembok kusam penuh tempelan kalkir calon cetakan, wangi anekarupa cat sablon, dan onggokan mesin "handpress" zaman baheula siap loak. Semua menjadi ramuan memori yang khas dan sukar terlupakan.
.
Pak Sufyan bukan seniman. Tapi beliaulah yang mengenalkan saya pada cerita masa lalu yang sebagai petualang (avonturir) sambil menggambar. Berkarya selalu. Bodo amat dengan omongan orang lain, sepanjang kita tidak merugikan orang, ada keseruan kalau kita mengerjakan sesuatu dengan hasrat, penuh keasyikan, dan konstan.
.
Tak banyak nasehat yang keluar dari Pak Sufyan di masa sekarang. Yang tersisa cuma cerita tentang sisi lain dunia nyata yang berbeda, orang yang ngga semuanya "baik-baik saja." Tentang tempat di daerah yang terkena peristiwa yang ngga enak: Lahir di Bandung pada 1938, besar pada zaman agresi militer, mengungsi ke Garut, pulang ke Bandung, berlomba baca buku dengan abah, ikut menyambut Pak Natsir, main angklung di depan Bung Karno, waspada karena rumah abah yang selalu dikuntit intel, jadi juru foto berkamera Kakonet, jualan buku keliling, buka percetakan, nekat buka wartel dan beli komputer Macintosh, berjibaku melawan garong, sampai cita-cita buka warung yang belum kesampaian. Tak lupa cerita teman-teman beliau dari yang kelas jembel sampai kelas biasa saja.
.
Saya teringat tahun 2015 ketika rumah kami terkena angin ribut. Menghancurkan atap dikala musim hujan yang membuat kami kemping seketika. Momen dimana kami harus membongkar dan memperbaiki rumah dengan dana yang sangat terbatas (cekak banget bleh!). Dikala itu saya teringat momen ketika Pak sufyan asyik dengan rugos-nya, ditemani kopi, suara radio sember, wangi cat sablon, dan temaram lampu neon. Walaupun bapak sebenarnya suka musik klasik. Tapi sungkan, takut dianggap “sok” intelek.

Masa lalu ternyata selalu aktual. Menjadi penyemangat dikala susah. Tidak harus masa lalu yang megah. Hal sepele di masa lalu bisa jadi penambah energi.
.
Dan hari ini saya bertemu Pak Sufyan lagi. Mengobrol tentang masakini.
.
Bandung, 21 Oktober 2018.

Ditambah, 09 Agustus 2023

Komentar

Most Popular