Cerita Dapur Umum di Palu : Tentang Patahan Palu Koro
.
Namanya, sih, terdengar keren.."fossa sarassina." Eits, jangan salah..ini nama lain dari patahan Palu Koro. Kalau bergoyang..."bruuugh.." bisa terjadi gempa.
.
Menurut Drs. Abdullah, dosen Fisika dan FMIPA dari Universitas Tadulako, patahan ini sudah diidentifikasi sejak tahun 1900-an. Membentang dari utara ke selatan Sulawesi. Pada tahun 1981 kecepatan pergerakan 14 - 17 mm/tahun. 20 tahun kemudian kecepatannya bertambah menjadi 35 mm/tahun.
.
"Gempa akibat aktivitas patahan Palu Koro pernah terjadi pada tanggal 20 Mei 1938 jam 1 pagi. Berkekuatan 7.6 Skala Richter. Akibatnya terjadi tsunami setinggi 4 m," Pak Abdullah menjelaskan. Selanjutnya gempa terjadi lagi pada tanggal 15 Agustus 1968. Berkekuatan 6 Skala Richter. Di tahun itu terjadi tsunami setinggi 10 m. Pada kedua kejadian gempa itu terjadi fenomena "downlift" (penurunan permukaan tanah secara cepat) dan "uplift" (kenaikan permukaan tanah secara cepat).
.
Gempa tanggal 28 September 2018, berkekuatan 7,4 Skala Richter. Diikuti oleh kejadian tsunami, downlift, uplift, dan likuefaksi. "Misalnya, sebagian pantai Lere mengalami downlift. Sehingga mesjid terapung menjadi turun dan tenggelam. Kejadian yang sama terjadi di muara sungai Palu. Sehingga pondasi tengah jembatan kuning kota Palu turun. Hal ini membuat jembatan patah, ambruk. Kemudian baru diterjang tsunami," katanya.
.
Info yang didapat di sesi diskusi ini adalah perbandingan antara gempa yang terjadi di Selandia baru (14 November 2016) dan Aceh (07 Desember 2016). "Gempa di Selandia baru berkekekuatan 7.8 Skala Richter, terjadi tsunami, namun hanya 2 orang yang meinggal. Yang di Aceh, gempa berkekuatan 6.5 Skala Richter, tidak terjadi tsunami, namun yang meninggal mencapai 104 orang," kata M. Isnaeni, moderator. "Hal ini menunjukan perbedaan skala persiapan pemerintah dan masyarakat kedua negara dalam hal tanggap bencana," lanjutnya. "Yang terpenting adalah literasi bencana. Penting agar kita siap menghadapi bencana. Termasuk penataan kota pasca gempa yang harus belajar dari keja katanya, sambil menutup sesi diskusi.
(Disarikan dari sesi diskusi "sesar Palu Koro" di skp-HAM, 07 Desember 2018)
.
Namanya, sih, terdengar keren.."fossa sarassina." Eits, jangan salah..ini nama lain dari patahan Palu Koro. Kalau bergoyang..."bruuugh.." bisa terjadi gempa.
.
Menurut Drs. Abdullah, dosen Fisika dan FMIPA dari Universitas Tadulako, patahan ini sudah diidentifikasi sejak tahun 1900-an. Membentang dari utara ke selatan Sulawesi. Pada tahun 1981 kecepatan pergerakan 14 - 17 mm/tahun. 20 tahun kemudian kecepatannya bertambah menjadi 35 mm/tahun.
.
"Gempa akibat aktivitas patahan Palu Koro pernah terjadi pada tanggal 20 Mei 1938 jam 1 pagi. Berkekuatan 7.6 Skala Richter. Akibatnya terjadi tsunami setinggi 4 m," Pak Abdullah menjelaskan. Selanjutnya gempa terjadi lagi pada tanggal 15 Agustus 1968. Berkekuatan 6 Skala Richter. Di tahun itu terjadi tsunami setinggi 10 m. Pada kedua kejadian gempa itu terjadi fenomena "downlift" (penurunan permukaan tanah secara cepat) dan "uplift" (kenaikan permukaan tanah secara cepat).
.
Gempa tanggal 28 September 2018, berkekuatan 7,4 Skala Richter. Diikuti oleh kejadian tsunami, downlift, uplift, dan likuefaksi. "Misalnya, sebagian pantai Lere mengalami downlift. Sehingga mesjid terapung menjadi turun dan tenggelam. Kejadian yang sama terjadi di muara sungai Palu. Sehingga pondasi tengah jembatan kuning kota Palu turun. Hal ini membuat jembatan patah, ambruk. Kemudian baru diterjang tsunami," katanya.
.
Info yang didapat di sesi diskusi ini adalah perbandingan antara gempa yang terjadi di Selandia baru (14 November 2016) dan Aceh (07 Desember 2016). "Gempa di Selandia baru berkekekuatan 7.8 Skala Richter, terjadi tsunami, namun hanya 2 orang yang meinggal. Yang di Aceh, gempa berkekuatan 6.5 Skala Richter, tidak terjadi tsunami, namun yang meninggal mencapai 104 orang," kata M. Isnaeni, moderator. "Hal ini menunjukan perbedaan skala persiapan pemerintah dan masyarakat kedua negara dalam hal tanggap bencana," lanjutnya. "Yang terpenting adalah literasi bencana. Penting agar kita siap menghadapi bencana. Termasuk penataan kota pasca gempa yang harus belajar dari keja katanya, sambil menutup sesi diskusi.
(Disarikan dari sesi diskusi "sesar Palu Koro" di skp-HAM, 07 Desember 2018)
Komentar
Posting Komentar