Wasit dan Wasilah : A Graphic Record

Persiapan sesi pembukaan


Pak Romi : “rehearsal”

Diskusi peta kemiskinan di Indonesia

Sesi pembukaan oleh Pak Ahmad Juwaini

Pak Romi sedang beraksi 

Peta kemiskinan di Indonesia 

Teater Usmar Ismail penuh!

Sebelum acara dimulai. Masih menunggu partisipan


Cerita perjalanan Dompet Dhuafa Republika 


Ada kata “wasit” ada pula kata “wasilah”. Saya mengambil kisah 2 kata ini, masing-masing dari Pak Quraish Shihab dan Pak Parni Hadi. 

“Wasith” diserap dari kata “Wasathiyah” yang artinya pertengahan. Dia tidak memihak kiri dan kanan. Tetapi kadang memihak kiri, bila yang kanan mengambil hak yang kiri. Begitupun sebaliknya. “Begitulah asal muasal kata wasit ke dalam bahasa Indonesia.” Kata Pak Quraish Shihab, ahli tafsir Al Quran. 

Kata “wasilah” artinya sarana mendekatkan diri pada sesuatu. Dalam konteks Islam, wasilah dikaitkan dengan “tawassul”, adalah laku/perbuatan atau doa untuk mendekatkan diri pada Allah SWT.
“Contohnya adalah amal soleh: zakat, infak, sedekah, sholat, dan ibadah lainnya.” Kata Pak Parni Hadi, dari Dompet Dhuafa Republika. 

Saya sendiri tahapannya baru penikmat. Menikmati kedua kata itu. Ini tahapan paling dasar. Untuk mengamalkan dua kata ini, masih jauuuhhh. 

Di judul, saya menulis kata wasit dulu, baru wasilah. Menjadi wasit, ibaratnya kita duduk paling tengah di sebuah meja makan panjang. Di ujung kiri dan kanan ada kursi lain yang disediakan. Pertanyaannya, mana yang lebih mudah mendapat makanan? Di tengah, ujung kanan, atau ujung kiri? 

Jawabannya, yang paling tengah, berdasar ilmu dari Pak Shihab.

Dalam konteks mencari ilmu, saya diuntungkan dengan profesi saya sebagai #graphicrecorder. Saya adalah orang yang di tengah itu. Seringkali jadi pendengar. Termasuk di acara #dompetdhuafa yang diselenggarakan pada tanggal 23 Januari 2025. 

Ada hal-hal menarik yang disampaikan narasumber tentang Dompet Dhuafa. Akuntabilitas, salah satunya. Dikisahkan, ada momen para inisiator Dompet Dhuafa #republika menandatangani pakta integritas pada tahun 90-an, yang salah satu poinnya adalah menjaga donasi bermanfaat kepada yang berhak. Hal berat! Buat saya, Memang. Salut buat kekonsistenan para pengurusnya. 

Jadi, setelah sekian lama jadi pendengar, kapan saya bertawassul? (Kata kerja dari wasilah), jawabannya…entah. Acara ini bikin saya termenung sejenak. 

Kapan saya bisa mendekatkan diri pada yang “Maha pemberi Rezeki?” Menjawabnya, sih, mudah…bisa kapan saja. Tapi, pelaksanaannya sulit, setidaknya bagi saya sebagai hamba Alloh yang masih bodoh. 

Bodoh dalam pengertian, hati saya seringkali dihinggapi perasaan “sayang” harta dengan segala pembenarannya. Entah buat beli ini-itu, bayar tagihan, dan sebagainya. Masih dihinggapi rasa malas. Rasa malas ketika baru mau melaksanakan ghairu mahdhah, apalagi yang mahdhah. Kapan bisa bertawassul dengan segenap jiwa dan raga? Klise. Memang. 

Biar saya nambah pinter dikit, saya coba saja “merangkak”, mencoba jadi wasit dan bertawassul, dengan keahlian saya. Tentunya menggambar ngga langsung jadi begitu saja. Ada proses membeli alat & bahan, dan waktu buat mengerjakan gambar itu. Sambil mikir, bermanfaat, ngga, ya? Manfaatnya, mungkin, ngga terlalu banyak dirasakan orang lain. 

Tapi, setidaknya, buat saya, jadi #graphicrecorder jadi “pemancing” agar saya bisa mendapatkan hikmah “wasilah”. Bahasa anak muda-nya, jadi sarana “pdkt” pada Alloh SWT. 

Saat ini, saya baru di tahapan “maharah surah”…perekam grafis. 

Masih harus jadi pendengar yang baik dulu.

Wallahualam    

Ahad, 18 Mei 2025 

#mugibagja 



 

Komentar

Most Popular