Hidayat dan Ratna
.
Sejak awal mula beroperasi pada tahun 1867, kereta api jadi sarana transportasi andalan di Hindia Belanda. Golongan baru muncul: kaum buruh. Buruh sendiri dibagi menjadi dua kelas: buruh atas dan buruh rendah. Hal ini ditandai kemunculan dua lembaga perburuhan kereta: “Vereeniging van Spoor en Tremeeg Personeel” atau VTSP yang identik dengan buruh rendahan (kemudian dilarang pada tahun 1926) dan “Spoorbond” yang identik dengan buruh kelas menengah.
Setelah kemerdekaan, namanya menjadi Serikat Buruh Kereta Api (SBKA).
Pada tahun 1952, Hidayat, mahasiswa teknik dari Bandung, berangkat ke Jerman Barat. Ia mendapat beasiswa untuk belajar teknik perkeretaapian. Sebelumnya, Hidayat adalah mahasiswa baru ITB sekaligus teknisi di maskapai KLM yang bermarkas di lapangan terbang Andir (sekarang lanud Husein Sastranegara).
Hidayat bermukim di Jerman kurang lebih 4 tahun. Setelah pulang, ia bekerja di Djawatan Kereta Api (DKA) Bandung. Bersama Ratna, sang istri, Hidayat bertempat tinggal di jalan Natuna, Bandung.
Pasca pemilu 1955, peta politik di Indonesia mulai terbentuk. Setiap ormas partai terpilih, terlibat dalam urusan kehidupan warga. Kereta api, salah satunya.
Memasuki tahun 60-an, urusan ideologi menjadi urusan serius. Namanya juga “politik jadi panglima”, begitupun jargon-jargonnya. Kebetulan, SBKA kental dengan nuansa “merah”.
Apa yang terjadi?
Lagi-lagi, karena ideologi adalah urusan serius pada waktu itu, jadinya para personel DKA bergaul sesuai golongannya: merah, hijau, atau tak berwarna.
Karena Hidayat merasa bukan orang penting, ia cuek saja. Tak berwarna. Tapi tidak dengan buruh lain. Apalagi yang “merah”. Apalagi mayoritas adalah warna itu. Teman-temannya mendorong Hidayat untuk aktif di SBKA. Politik kantor tak menarik baginya. Karena minat dia cuma satu: ilmu mekanika.
Hobi yang kemudian dikembangkan lewat bengkel rumahan. Usaha yang cukup membantu. Karena Hidayat di kantor mulai dikucilkan.
Kekisruhan situasi politik tahun 65-66 merembet ke urusan dapur banyak warga. Hidayat karirnya mandeg, bengkelnyapun tutup karena krisis timah. Krisis ekonomi membuat rumah tangga Hidayat dan Ratna retak.
Hidayat dan Ratnapun memilih jalan masing-masing.
Ratna ke Tjurug Tjandung, Hidayat ke Grootepostwestweg.
.
Bandung April 2023
Tulisan buat Aki Hidayat dan Nenek Ratna
-..
#mugibagja #graphicrecorder
Komentar
Posting Komentar