Riwayat Kecil "Grotepost westweg"

Bangunan paberik tekstil (kini sudah tidak aktif) di jalan Jendral Sudirman, Bandung


Rumah tua di jalan Jendral Sudirman 594, Bandung. Dulu jalan ini bernama jalan Raya Pos Besar (Groteposwesweg)
Kemudian berganti nama jadi jalan Raya Barat.


Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels (1808 - 1811) memang nggak nanggung kalau bikin #infrastruktur. Pemerintahannya membangun jalan raya pos yang berjarak kurang lebih 1000 km antara Anyer - Panarukan. #Bandung, adalah salah satu kota yang dilewati rute ini. Mencakup jalan AH. Nasution, Ahmad Yani, Kosambi (dulu namanya jalan raya Pos Timur) menyambung ke jalan Jendral Sudirman (Jalan Raya Barat) hingga ke arah Cimahi. 
.
Banyak tempat terkenal buat ukuran lokal yang dibangun di jalan ini. Dari mulai 0 kilometer (kini jalan Asia-Afrika), Alun-alun Bandung, toko Dezon, Alkateri, martabak Capitol, pertigaan Gardujati, pasar Andir, pecinan, jalan Kelenteng, deretan toko kelontong sepanjang jalan Jendral Sudirman, pertigaan jalan Suryani, sampai bundaran Cibeureum. 
.
Pasca kemerdekaan RI hingga masa revolusi fisik, jalan ini jadi "primadona" buat buat para pejuang Bandung melawan agresi Belanda. Tercatat ada nama #nanarohana dan #holis, yang kini jadi nama jalan kecil, di sebelah kompleks Perdatam. Konon, Nana Rohana adalah pejuang Hizbulloh yang gugur ketika melakukan penyergapan di pertempuran "djalan Fokker". Omong-omong soal jalan ini, peristiwanya diabadikan dengan tugu "Djalan Fokker", yang terletak di pertigaan antara jalan Jendral Sudirman dan Jalan Garuda (dulu namanya jalan Fokker/#fokkerweg). Bentuk tugunya sederhana. Ada senapan bren yang tertancap di batu prasastinya. 
.
Memasuki awal tahun 50-an gerombolan APRA yang dipimpin #westerling memasuki kota Bandung dari arah #Cimahi. Gerombolan ini merangsek sampai ke arah Braga, hingga terjadi peristiwa penembakan terhadap Kolonel Adolf Lembong pada tanggal 23 Januari 1950 di salah satu markas divisi Siliwangi. Kini, markas dan kejadian ini diabadikan menjadi museum Mandala Wangsit Siliwangi. Nama jalan hospitalweg diganti jadi jalan Lembong. 
.
Memasuki periode tahun 60-an, ruas jalan ini masih ramai. Bukan sama gerombolan lagi, tapi persaingan politik. Deretan "markas" (atau tempat berkumpul rutin) beberapa partai yang eksis di masa itu (PKI dan Masyumi) berdiri di jalan Jendral Sudirman. Pak Sufyan yang bertinggal di Jalan Jendral Sudirman, bercerita bahwa lokasi rumahnya, rumah panggung yang didirikan oleh ayahnya di tahun 1932, menjadi tempat berkumpul orang-orang Masyumi atau lembaga Islam. "Di sebelah rumah saya, terpisah 3 bangunan, ada semacam markas cabang dari partai komunis," katanya. Hingga era orde baru, lokasi itu, sebuah gang buntu, warganya konon ada yang ber KTP "Eks Tapol". Sekarang, gang buntu itu sudah jadi lahan kosong. Warganya pindah entah kemana. 
.
Memasuki periode tahun 70 hingga 80-an, iklim politik berubah. Ideologi komunis dilarang. Namun, beberapa orang yang dulu aktif di Masyumi "dipantau" pemerintah. Abah (alm) saya, salah satunya. Abah ini dulu pekerjaannya jadi "tekenaar" atau tukang gambar di "gementee" (balaikota) Bandung. Semacam "drafter". Hasil kerjaannya, salah satunya adalah desain #tamanlalulintas. Orangnya biasa saja. Seperti kebanyakan kakek-kakek. Kalaupun ada kegiatan keagamaan, hanya sebatas solat berjamaah dan pengajian. Bila ada acara, maka akan ada yang "mengawasi". Hal ini terbukti ketika pada suatu hari Abah dipanggil aparat untuk menjelaskan sebuah kegiatan yang terjadi di rumahnya (Kalau ngga salah sampai "menginap" di kantor polisi/militer) 

Kegiatan rutin pengajian praktis mulai melambat sejak Abah meninggal tahun 1982. 
Memasuki periode tahun 90-an adalah masa-masa asyik. Masa ketika setiap Pemilu selalu ada pawai dari masing-masing kontestan partai (kostumnya goks! banget). Masa ketika generasi muda waktu itu berinteraksi dari mulai yang rumahnya di gang kecil RW 01 sampai RW sekian. Masa ketika embun terakhir di ruas jalan ini masih ada. 

Iya! Bandung ditahun 90-an masih berembun. Embun, kenangan fisik, dan memori, mulai hilang memasuki awal 2000-an. 
Pembangunan apartemen Sudirman, gedung pertemuan megah di seberang Perdatam, relokasi sebagian penduduk Kelurahan Dunguscariang (di belakang ruas jalan Jendral Sudirman), dan atribut perubahan zaman, telah mengubah karakter warga lokal dan generasi penerusnya. Yang tersisa adalah beberapa orang yang tinggal di RW sebelah yang dulu saya kenal segar bugar, sekarang lunglai hilang ingatan. Dulu ngga ada yang namanya geng motor, sekarang yang namanya geng itu nongkrong di gerai pizza terbaru di sebelah rumah orang tua. Ngga ada lagi ibu/nenek yang datang pengajian dan anak-anak yang berebutan "snack" pengajian.
.
Ada yang yang mencoba bertahan. Misalnya ; kupat tahu Sudirman yang sudah dikelola oleh generasi ke-3, Baso tahu Suryani, toko kelontong Si Tu Kung, biskuit tunggal yang masih eksis, para pedagang di jalan Jamika, dan bayangan Abah dan Eneh (Nenek) yang lekat di rumah panggung itu. 
.
.
31 Mei 2020
#travel #sketch #travellingsketch #imageandmemory #graphicrecorder #graphicrecording #GraphicRecording #GraphicRecording #illustration #ilustrasi #drawing #livedrawing #graphicrecorderindonesia #graphicrecorderasia #grotepos #daendels #bandung #jalanrayapos #groteposwesweg 



Komentar

Most Popular